Skip to main content

Palestina (pedagang yang kritis)



Sebenarnya ini pernah aku ceritain di status facebook, but pengalaman ini amat berkesan menurutku, jadi nggak da salahnya klo di review lagi.. kejadiannya waktu pulang kerja kira-kira begini ceritanya:

seperti biasa aku berhenti di traffic light namun dengan suasana yang berbeda, awan hitam dan kelam seperti ingin meruntuhkan titik hujan berember-ember, kupandangi langit hmm..gelap! ujarku dalam hati. Banyak sekali pengamen bahkan peminta-minta yang nonkrong dipinggiran jalan merapat ke arah semua kendaraan yang berhenti, terutama mobil mewah dan mengkilat, miris juga ngeliatnya.

Tiba2 seorang pedagang mendekati motorku dengan memperlihatkan dagangannya, yang aku sendiri tak tahu apa itu , aku hanya menggeleng. namun pedagang tadi tak pergi begitu saja, menunjuk jaket yg kupakai dan
dia bertanya:

pedagang: bendera apa itu mbak?..
aku :menoleh ke lengan kanan ku: "ooh, palestina" ujarku mantap, pedagang:tersenyum dan bertanya " mbak pengagum palestina ya?",
aku : gantian aku yang senyum sambil meangguk
pedagang:"kenapa mbak?" tanyanya lagi,

namun belum sempat jawab lampu hijau dah nyala,aku pun menunjukkan tangan ke traffic light. para pengamen, pengemis dan pedagang berhamburan menuju tepi jalan,termasuk pedagang yang kritis itu tadi..

terdengar beberapa kendaraan dibelakangku mengklakson berkali2, dan aku pun melaju.

ingin aku katakan "karena mereka muslim, dan karena mereka saudara kita yang berhak dibela dan dikagumi perjuangannya, karena palestina adalah sejarah bagi orang muslim, dan sebagai tonggak pertahanan umat muslim setelah Makkah, karena disana ada masjidil Aqsa yang wajib kita selamatkan"

bergetar rasanya hati ini jika menngingatnya, palestina...

namun sayang aku tak dapat menjelaskannya kepada pedagang tadi, semoga beliau mendapatkan jawaban atas apa yg ia tanyakan. amin...


Rahmaniar "dipojok kota bengkulu "gelanggang pelajar n mahasiswa"

Comments

Popular posts from this blog

ID Card Pesantren Kilat

assalamu'alaikum sobat, lagi-lagi ane dititahkan untuk ngedesain Id card buat pesantren kilat..#cieh kayak kerajaan# it's okay cz masalah ngedesain tu hobi ane tu meski yaaa...aca kadul kesannya nggak bagus2 amat, hehe masih mending lah daripada nggak ada sama sekali. ini dia, eng tereeeenggg.. setelah diedit disana-sini waktu diprint huahhh..lumayan buram! ahehe tapi karena mo dipake besok ya sudah mau tidak mau akhirnya ini di print juga.. hmm ya segitu dulu ceritanya.. Met menunaikan ibadah puasa sobat semoga ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun kemaren :D AMIN...

YANG KE-26 (kejutan pertama dari khadijah)

Hari berganti begitu cepat ya, nggak kerasa usia udah semakin tua aja, tak bisa dipungkiri! namun harus selalu bersyukur atas segenap usia yang telah Allah karuniakan kepadaku, setiap tarikan nafas dan udara yang Allah kasih dg cuma-cuma, orang-orang disekitarku yang begitu perhatian, mak dan bakku atas cinta yang tak pernah mereka ungkapkan, namun aku meraasaknnya dan berharap bisa membahagiakan mereka hingga yaumil akhir nanti..keluarga  besarku yang tak bisa ku sebut satu persatu #cekile gaya kayak bikin persembahan skripsi aja# sahabat-sahabatku dan tentunya siswa-siswiku yang sudah memberikan perhatian dan kejutan yang luar biasa... VII Khadijah-ku Alhamdulillah sekarang jadi wali kelas VII khadijah, punya anak 28 orang dengan berbagai karakter yang jelas sholeha dan baik hati serta rajin menabung hehe. pada hari itu mereka buat kejutan yang nggak mengejutkan, loh? hihi cz udah tahu bakal di kerjain dengan modal GR tingkat tinggi haha,  liat mereka ekting...

Akhwat yang menanti

Oleh : Azimah Rahayu. “Dua puluh satu kali, Mbak?”  mataku membulat. Takjub. Aku merentangkan kesepuluh jari tangan sambil melihat ke bawah ke arah telapak kaki yang terbungkus sepatu. 21! Bahkan seluruh jemari tangan dan kakiku pun tak cukup buat menghitungnya. “Itu selama berapa tahun, Mbak?” Aku bertanya lebih lanjut. “Hhmm, kurang lebih tujuh tahun terakhir!” sambutnya gi, ringan saja. Tak tampak pada raut wajahnya yang sudah mulai dihiasi kerut halus kesan malu, tertekan taupun stress. Wajah itu damai. Wajah itu tenang. Tak menyembunyikan luka apalagi derita. “Mbak… ehmm, maaf, tidak patah arang… sekian kali gagal?” Takut takut aku kembali bertanya dengan nada irih. Khawatir menyinggung perasaannya. Dia hanya kembali tersenyum. Tapi kali ini lebih lebar. Sumringah. Dia mengibaskan tangan, sebagai jawaban bahwa dia tak trauma dengan masalah itu. “Kalau sedih, kecewa, terluka… pasti pernah lah ada saat-saat seperti itu. Trauma…. sebenarnya pernah juga. Ny...