Skip to main content

Lelaki Shalih itu?

Ya,tentang sosok lelaki shalih. Apakah antum sudah cukup shalih?sehingga merasa pantas mendapatkan seorang akhwat shalihah itu. Ya,cobalah tengok disekitar antum,pasti ada banyak akhwat yang begitu shalihah dan begitu anggun dalam balutan jilbabnya, kiprahnya dalam dakwah semakin memancarkan pesonanya…
Pernah mengagumi seorang akhwat seperti itu? mungkin saja,dan aku menduga antum bisa jadi pernah atau bahkan sekarang malah sedang merasakannya?^^ Bagi antum yang masih sendiri (baca: belum menikah) bisa jadi kekaguman itu menjadi sesuatu yang begitu mengusik hati. Ya gak sih? aku sok tau nih.hehehe
Apa antum tahu?sebenarnya akhwat juga begitu lho. Jangan salah kira,sikap diam para akhwat berarti mereka tak peduli ato malah mati rasa. # haduuh
***^^***
ada beberapa hal yang perlu diluruskan tentang interaksi kita akhi” kata seorang akhwat berbalut jilbab ungu itu dengan pandangan semakin tertunduk.
ada apa ukht? adakah yang salah dengan sikap ana selama ini?” tanya ikhwan di hadapan akhwat itu.
ya,banyak. Tapi mungkin antum selama ini tidak menyadarinya…”
“apa itu ukhti? bisakah anti jelaskan,agar ana lebih paham”
tolong akhi,bersikaplah lebih bijak di depan ana,mugkin antum merasa sikap antum biasa saja, tapi tidak bagi ana…afwan” suara akhwat itu kian tercekat.
***^^***
Antum pernah “dibegitukan” sama akhwat? kalo iya, berarti memang ada yang perlu diperbaiki dari sikap antum sekalian. Bukan menggurui. Tapi,ini berdasarkan pengalaman pribadi yang cukup mengusikku waktu SMA dulu.
Taukah akhi? tiap senyum kalian,kalimat-kalimat sapaan bernada perhatian dalam sms dari kalian,mungkin antum anggap itu hal biasa. Tapi apa iya bagi mereka,akhwat yang hatinya begitu peka. Bisa jadi semua yang berasal dari antum bukannya menguatkan,tapi justru hanya akan semakin mengganggu dan menggoyahkan imannya. Ia, yang awalnya begitu ikhlas berdakwah bisa jadi karena perhatian kalian,niatnya jadi terkotori. Karena memang fitrah wanita,yang sebenarnya suka dipuji,walau tak semua begitu..
Taukah antum?bahwa hati seorang wanita itu begitu lembut?sedikit saja antum taburkan “benih”, bila ia terus menyiraminya maka benih itu akan tumbuh kian subur di hatinya. Betapa kasiannya bila ia,hampir tiap malam teringat padamu akhi,ikhwan yang belum tentu jadi imam baginya…
Lalu? apa yang harus antum lakukan? ahh,rasanya aku tak perlu menjelaskan karena aku tau,antum semua jauh lebih paham dariku yang miskin ilmu ini..
Hanya saja,aku ingin berpendapat dari sudut pandang seorang akhwat. Seorang ikhwan yang shalih tak akan pernah berkata “ukhti..ana mengagumi anti, bahkan ana telah jatuh cinta pada anti, maukah anti  menunggu sampai ana siap mengkhitbah anti?”
Ya. Lelaki shalih tak akan berkata begitu. apakah antum tau apa efek dari pertanyaan itu? bisa jadi, hati akhwat itu kian rapuh. Apa antum tega? membuatnya menunggu dalam ketidakpastian? karena sebelum akad nikah,segala hal masih bersifat tidak pasti bukan? apalagi bila kita hanya bergantung pada hati seorang anak manusia yang tiap detiknya bisa terbolak balik. Betapa kasian ia ketika harus berharap pada sesuatu yang belum jelas ujungnya…
Lelaki shalih seharusnya ketika ia jatuh cinta, maka ia akan menyimpan sendiri perasaan itu rapat-rapat dalam hatinya dan hanya mengizinkan Allah saja yang tahu. Ia akan terus memperbaiki diri hingga dirasa siap dan pantas untuk mengkitbah akhwat itu pada saat yang tepat.Dan lelaki shalih akan berkata “ukhti,mungkin ana bukanlah lelaki yang sempurna keshalihannya…tapi ana hanyalah seorang laki-laki yang selalu berusaha menjadi lebih baik dan ingin segera digenapkan diennya hingga sempurna, maka maukah anti menjadi akhwat penggenap dien ana itu?”
Ya,lelaki shalih tak kan pernah meminta untuk menunggu. Ia hanya akan mengambil kesempatan atau akan berkorban mempersilahkan saudaranya yang lain. Seperti kisah Ali bin Abi Thalib dan Fatimah.
Akhi…bisakah aku minta tolong? tolong jaga saudari-saudariku. Jaga hati mereka, hingga tetap utuh sampai antum bisa mempersuntingnya dalam sebuah Mitsaqan Ghalidza itu^^

Note: copas by tulisan seorang ukhti, lupa dimana ngambilnya. ^^

Comments

Popular posts from this blog

ID Card Pesantren Kilat

assalamu'alaikum sobat, lagi-lagi ane dititahkan untuk ngedesain Id card buat pesantren kilat..#cieh kayak kerajaan# it's okay cz masalah ngedesain tu hobi ane tu meski yaaa...aca kadul kesannya nggak bagus2 amat, hehe masih mending lah daripada nggak ada sama sekali. ini dia, eng tereeeenggg.. setelah diedit disana-sini waktu diprint huahhh..lumayan buram! ahehe tapi karena mo dipake besok ya sudah mau tidak mau akhirnya ini di print juga.. hmm ya segitu dulu ceritanya.. Met menunaikan ibadah puasa sobat semoga ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun kemaren :D AMIN...

YANG KE-26 (kejutan pertama dari khadijah)

Hari berganti begitu cepat ya, nggak kerasa usia udah semakin tua aja, tak bisa dipungkiri! namun harus selalu bersyukur atas segenap usia yang telah Allah karuniakan kepadaku, setiap tarikan nafas dan udara yang Allah kasih dg cuma-cuma, orang-orang disekitarku yang begitu perhatian, mak dan bakku atas cinta yang tak pernah mereka ungkapkan, namun aku meraasaknnya dan berharap bisa membahagiakan mereka hingga yaumil akhir nanti..keluarga  besarku yang tak bisa ku sebut satu persatu #cekile gaya kayak bikin persembahan skripsi aja# sahabat-sahabatku dan tentunya siswa-siswiku yang sudah memberikan perhatian dan kejutan yang luar biasa... VII Khadijah-ku Alhamdulillah sekarang jadi wali kelas VII khadijah, punya anak 28 orang dengan berbagai karakter yang jelas sholeha dan baik hati serta rajin menabung hehe. pada hari itu mereka buat kejutan yang nggak mengejutkan, loh? hihi cz udah tahu bakal di kerjain dengan modal GR tingkat tinggi haha,  liat mereka ekting...

Akhwat yang menanti

Oleh : Azimah Rahayu. “Dua puluh satu kali, Mbak?”  mataku membulat. Takjub. Aku merentangkan kesepuluh jari tangan sambil melihat ke bawah ke arah telapak kaki yang terbungkus sepatu. 21! Bahkan seluruh jemari tangan dan kakiku pun tak cukup buat menghitungnya. “Itu selama berapa tahun, Mbak?” Aku bertanya lebih lanjut. “Hhmm, kurang lebih tujuh tahun terakhir!” sambutnya gi, ringan saja. Tak tampak pada raut wajahnya yang sudah mulai dihiasi kerut halus kesan malu, tertekan taupun stress. Wajah itu damai. Wajah itu tenang. Tak menyembunyikan luka apalagi derita. “Mbak… ehmm, maaf, tidak patah arang… sekian kali gagal?” Takut takut aku kembali bertanya dengan nada irih. Khawatir menyinggung perasaannya. Dia hanya kembali tersenyum. Tapi kali ini lebih lebar. Sumringah. Dia mengibaskan tangan, sebagai jawaban bahwa dia tak trauma dengan masalah itu. “Kalau sedih, kecewa, terluka… pasti pernah lah ada saat-saat seperti itu. Trauma…. sebenarnya pernah juga. Ny...