Pagi mulai merangkak disaat aku
terjaga dari kelelapanku. Senandung sholawat terdengar dari mushollah yang tak
begitu jauh, kira-kira 100M dari rumahku. Suara yang tak asing lagi
ditelingaku, namun semenjak aku merantau suara itu menjadi sangat aku rindukan.
Bak panggilan sayangku untuk ayah, beliau memang tidak berubah. Cintanya kepada
mushollah membuat hatinya selalu tertambat disana. Meski dulu banyak
mulut-mulut usil yang memfitnah dengan keberadaan bak disana. Namun tak pernah
ada kata menyerah baginya. Aku selalu ingat kata bak “kalau kita benar? Kenapa
harus takut?” ya memang betul selalu ada rintangan disaat kita menyampaikan
kebenaran. Jangan takut bak aku selalu berada dibelakangmu , ya aku anakmu yang
telah tumbuh dewasa ini akan menjadi pembela setiamu.
Aku keluar dari kemul tebal,
seketika dingin menjalar keseluruh pori-pori hingga ke sendiku uhh... dinginnya
curup, rasanya ingin selalu berada dalam kemul itu namun aku takut subuhku
tertinggal. Mengambil air wudhu membiarkan setiap percik air membekukan
jari-jariku, seperti es!
Senandung sholawat terdengar
semakin dekat, kini jaraknya hanya 5 langkah ketika bunyi cklek terdengar dari
pintu depan, bak ku sudah pulang dari mushollah. Aku sempurnakan sholatku
dengan dzikir dan do’a hingga kemudian menggerakkan kaki menuju dapur.
Teh panas yang masih berasap itu
telah tersedia dimeja makan, diseberang sana terlihat makku sedang masak nasi
goreng yang kelihatannya delicious.
Aku menuangkan air teh ke gelasku yang masih kosong. Hujan dihari minggu,
semakin lengkaplah kemalasan orang-orang untuk beraktifitas tapi bak ku masih
tetap setia dengan perlengkapan dinas ojeknya, sepatu boat, jaket tebal dan
mantel. Sambil melumat-lumat nasi goreng dan menenggak teh hangat mulailah
cerita demi cerita menghiasi pagi yang rintik itu.
Setiap pulang bak ku selalu
bertanya tentang kerjaanku, lalu tiba-tiba “Coba mulai nabung, biar nanti bisa umroh” kata bakku. Aku
membulatkan mataku serta terus mendengarkan. “kalau sudah umroh lain rasanya
ibadah kita, ketenangan dan keikhlasanpun berbeda”, kata bak lagi. Bak dan mak
memang sudah umroh tahun lalu, namun bak bertekad untuk umroh lagi ketika tabungannya terkumpul.
Beliau mengambil brosur paket
haji dan umroh dari mapnya dan melayangkannya padaku, aku menatap lekat-lekat
paket demi paket yang tertulis didalamnya aku manggut-manggut ketika
memperhatikan nominal yang terdiri dari 4 angka dolar itu. Aku agak down juga,
karena mungkinkah aku bisa mencapai nominal itu? Hmm segera ku yakinkan diri,
Bagi Allah tak ada yang tak mungkin.
Bak ku berkata lagi, paket itu
bermacam-macam nak, bahkan ada paket yang sampai ke palestina, masjidil aqsho.
Tiba-tiba aku berhenti membaca brosur dan menatap bakku “ benaran bak?” bak ku
tersenyum, ahh sepertinya bak tahu betapa besar keinginanku untuk berkunjung ke
negeri anbiya ini, semangat ku semakin berkobar, segera aku lingkari paket yang
bertuliskan:
UMROH+AMAN+JERUSSALEM (PALESTINA) USD 3150
Ya meski terlihat muluk untuk
mencapai angka diatas yang jika di rupiahkan sekitar 30juta itu, namun aku akan
berusaha. Aku berlari ke beranda belakang rumah sambil memendangi butir-butir
hujan yang turun dari langit, katanya do’a ketika hujan insyaAllah mustajab.
Robb kabulkan do’a dan mimpi kami pagi ini serta jaga semangatku untuk selalu berada
dijalanmu dan memperjuangkan mimpi ini. Aamiin.
Biarlah hari ini
semua itu hanya menjadi mimpi
mimpi yang ntah kapan
akan terwujud
Namun bukankah semua
yang terjadi adalah berawal dari sebuah mimpi?
Karena mimpi hari ini
adalah kenyataan hari esok
semoga!
Selalu ada harap dan
usaha untuk membuatnya menjadi nyata.
Nyak’s note, pat petulai

Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan koment :D