Skip to main content

HIJRAH


“Tuhan jika Kau masih beri aku kesempatan hidup izinkanlah aku bertemu malaikat baik hati yang mampu membawaku pergi jauh dari dunia kelam ini”.
Ucapnya terbata dan meringis menahan sakit yang tak terkira yang menjalar disekujur tubuhnya sebelum jasadnya terbujur lemah di panti rehabilitasi karena overdosis.
***
Terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang kaya raya justru tak membuatnya bahagia, sejatinya ia kehilangan kenyamanan dirumah sendiri. Sedangkan orang tuanya  hanya sibuk dengan materi, materi dan materi.
            Seperti layangan putus yang terseok-seok di terbangkan angin, Jennifer tak  memiliki keinginan selain mencari kesenangan diri di luar sana tanpa arah dan panduan, sehingga ia terlahir menjadi pribadi yang liar dan penuh kebebabasan, I LOVE FREEDOM ungkapan yang senantiasa di lagukannya penuh kemenangan. Tanpa ia sadari kehidupan malamnya tlah menyeretnya semakin jauh dari koridor-koridor yang semestinya.
***

Hingga suatu hari sebuah peristiwa yang unpredictable membuatnya tesentak dari kesalahannya, kejutan-kejutan yang membuatnya menemukan jiwa baru di sisi lain jiwanya. Ya, hidayah justru mucul di saat ia kronis dalam memahami kehidupan, di tinggal kekasih dan sahabat tercinta yang ternyata hanya ingin memanfaatkannya saja, lagi-lagi dengan egosentris orang tua hanya bisa mempersalahkan tanpa memberi tahu yang mana yang benar.
Sungguh kita tak dapat memprediksi  kapan Tuhan akan memberi hidayah kepada hamba-Nya. Lewat seorang muslimah baik hati yang menjadi perawatnya di Panti Rehabilitasi itu Jennifer kembali menyelami kesajatian dirinya sebagai hamba. Ia mematut-matut dirinya didepan cermin, meraba hatinya yang tak tampak dan menyeringai penuh tanda Tanya “who am I?”
***

Sungguh kesederhanaan dan  ketaatan muslimah itu benar-benar langka bagi Jennifer, mana ada orang seperti itu zaman sekarang? Ujarnya dalam hati, Ibarat mutiara di tengah-tengah pecahan kaca, unik!
Naqiyah, gadis berjilbab lebar yang selalu tersenyum, murah hati dan Lembut. Ia membagi apa saja yang ia punya kepada Jennifer dan siapa saja yang ia temui dan tak pernah bosan menjawab pertanyaan Jennifer yang sedemikian banyaknya. Hingga tanpa sebuah kesepakatan pun kian hari persahabatan mereka kian kokoh saja.
Banyak hal yang dipelajari nya dari seorang Naqiyah, kehidupannya, ketaatannya, semangatnya dalam menyebarkan kebaikan especially tentang makna Hijab. Hal itu menepis prasangka-prasangka yang ada dibenak Jennifer selama ini bahwa berhijab itu kuno, jelek, seperti karung berjalan, bahkan menyeramkan seperti teroris.
Ternyata menjadi muslimah itu bukan Style belaka namun merupakan perintah tuhan. Tak hanya itu, menjadi muslimah pun bukan lah sosok yang menyeramkan seperti yang di gambarkan kebanyakan orang, finally dengan sendirinya ia mendapat jawaban.
***

Hingga suatu hari, sebungkus kado sederhana dari qiyah membuat tekadnya kian kokoh untuk menjadi muslimah yang sesungguhnya. Jilbab hijau muda pemberian qiyah membuatnya terkaget dan bergumam,
“Qi..qiyah, nanti aku kelihatan…ehm.. jelek jika mengenakannya” ujar Jennifer ragu.
“Ukhti, seindah-indahnya pakaian sungguh yang paling indah ialah pakaian Taqwa. tak inginkah jika suatu saat nanti kita bisa berjalan bersama dan bergandengan tangan di syurga-Nya?” Tanya qiyah dengan lembut.
Jawaban Naqiyah menepis keragu-raguannya, Jennifer pun tersenyum dan merangkul sahabat surganya itu dengan sukacita, tak terasa buliran bening menganak sungai dari pelupuk matanya dan berkata dalam hati
Rabb, terimakasih tlah kau jawab pintaku, ucapnya penuh haru
Tak disangka peristiwa yang dilalui Jennifer membawanya ke jalan cahaya, ibarat kupu-kupu indah yang baru keluar dari kepompong yang buruk rupa, pemikiran dan kehidupannya berbalik arah tak hanya 180 bahkan 360%. Dan yang lebih membahagiakan lagi, perubahan Jennifer tersebut membawa dampak yang besar bagi keluarganya. Papa dan mamanya kaget bukan kepalang dengan perubahannya, terbersit rasa malu di benak mereka melihat kesholehan anak semata wayangnya itu sehingga sedikit demi sedikit keduanya mulai menyadari bahwa dunia tak sepenuhya menjanjikan kebahagiaan.
***


Sekarang Jennifer pun melangkah ringan dengan Hijab menutupi sebagian tubuhnya, dan dengan mantap senantiasa bersenandung I Am Proud to be moslemah.

Comments

Popular posts from this blog

ID Card Pesantren Kilat

assalamu'alaikum sobat, lagi-lagi ane dititahkan untuk ngedesain Id card buat pesantren kilat..#cieh kayak kerajaan# it's okay cz masalah ngedesain tu hobi ane tu meski yaaa...aca kadul kesannya nggak bagus2 amat, hehe masih mending lah daripada nggak ada sama sekali. ini dia, eng tereeeenggg.. setelah diedit disana-sini waktu diprint huahhh..lumayan buram! ahehe tapi karena mo dipake besok ya sudah mau tidak mau akhirnya ini di print juga.. hmm ya segitu dulu ceritanya.. Met menunaikan ibadah puasa sobat semoga ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun kemaren :D AMIN...

YANG KE-26 (kejutan pertama dari khadijah)

Hari berganti begitu cepat ya, nggak kerasa usia udah semakin tua aja, tak bisa dipungkiri! namun harus selalu bersyukur atas segenap usia yang telah Allah karuniakan kepadaku, setiap tarikan nafas dan udara yang Allah kasih dg cuma-cuma, orang-orang disekitarku yang begitu perhatian, mak dan bakku atas cinta yang tak pernah mereka ungkapkan, namun aku meraasaknnya dan berharap bisa membahagiakan mereka hingga yaumil akhir nanti..keluarga  besarku yang tak bisa ku sebut satu persatu #cekile gaya kayak bikin persembahan skripsi aja# sahabat-sahabatku dan tentunya siswa-siswiku yang sudah memberikan perhatian dan kejutan yang luar biasa... VII Khadijah-ku Alhamdulillah sekarang jadi wali kelas VII khadijah, punya anak 28 orang dengan berbagai karakter yang jelas sholeha dan baik hati serta rajin menabung hehe. pada hari itu mereka buat kejutan yang nggak mengejutkan, loh? hihi cz udah tahu bakal di kerjain dengan modal GR tingkat tinggi haha,  liat mereka ekting...

Akhwat yang menanti

Oleh : Azimah Rahayu. “Dua puluh satu kali, Mbak?”  mataku membulat. Takjub. Aku merentangkan kesepuluh jari tangan sambil melihat ke bawah ke arah telapak kaki yang terbungkus sepatu. 21! Bahkan seluruh jemari tangan dan kakiku pun tak cukup buat menghitungnya. “Itu selama berapa tahun, Mbak?” Aku bertanya lebih lanjut. “Hhmm, kurang lebih tujuh tahun terakhir!” sambutnya gi, ringan saja. Tak tampak pada raut wajahnya yang sudah mulai dihiasi kerut halus kesan malu, tertekan taupun stress. Wajah itu damai. Wajah itu tenang. Tak menyembunyikan luka apalagi derita. “Mbak… ehmm, maaf, tidak patah arang… sekian kali gagal?” Takut takut aku kembali bertanya dengan nada irih. Khawatir menyinggung perasaannya. Dia hanya kembali tersenyum. Tapi kali ini lebih lebar. Sumringah. Dia mengibaskan tangan, sebagai jawaban bahwa dia tak trauma dengan masalah itu. “Kalau sedih, kecewa, terluka… pasti pernah lah ada saat-saat seperti itu. Trauma…. sebenarnya pernah juga. Ny...