Dret..dreet.. ponselku bergetar saat lagi asyik-asyiknya nyetrika pakaian. Aku letakkan gagang setrika dan meraih hape bututku yang sedari tadi berbunyi. Ups, ada pesan masuk. Sebaris sms itu pun aku baca:
“niar, bisa kerumah kan hari ini?? Ditunggu!”
Sejenak aku tinggalkan aktivitasku untuk mengetik beberapa kalimat dan sms balasan terkirim.
Waktu yang di janjikan pun tiba, akhirnya aku dapat menepati janjiku untuk bersilahturahhim kerumah beliau. Alhamdulillah masih seperti dulu, senyumnya ramah dan hangat saat menyambut kedatanganku namun masih tampak kesedihan yang bergelayut di hatinya yah walaupun telah disembunyikan sedemikian rupa, Kenapa? Tentu saja, siapa yang tak sedih saat ditinggal oleh anak kesayangan? Yups hari itu adalah tepat sebulan kepergian “Kakak” anak laki-laki tertuanya keharibaan ilahi. Dengan sumringah beliau melihat kedatanganku hingga akhirnya aku terhanyut dengan ceritanya sambil membuka album-album lama yang terukir manis senyum “Kakak” disana.
Jadi teringat saat pertama kali aku menginjakkan kaki dirumah itu…
Waktu itu aku masih duduk dibangku kuliah tingkat pertama, saudara sepupuku menawarkan bahwa ada keluarga yang lagi butuh guru ngaji privat. Awalnya aku ragu karena aku masih merasa kekurangan ilmu mengenai islam walaupun aku PD dengan bacaan Alqur’an ku yang pernah sempat meraih juara walau hanya tingkat RT itu, hiks..hiks..:D
Selain itu berdasarkan informasi dari sepupuku bahwa anak yang akan aku ajar ini sungguh luar biasa. Luar biasa bawel, luar biasa cerewet dan luar biasa ulahnya bahkan sempat gonta-ganti guru karena yang ngajar pada nggak betah dengan tingkah mereka.
Akhirnya dengan penuh sukacita dan pertimbangan yang matang aku terima tawaran tersebut, karena akupun berharap selain dapat memperoleh pengalaman, dengan kerja sampingan ini aku juga dapat membantu orang tua untuk membayar uang kuliyah, lagi pula aku jadi semakin penasaran seperti apa sebenarnya anak yang super- super itu.
Itulah pertama kalinya aku dipertemukan dengan mereka berdua. Dan ternyata informasi tersebut bukan hanya rumor belaka, tapi emang kenyataannya seperti itu. Si “Kakak” (dipanggil itu Karena anak tertua) memiliki sifat yang kritis, suka protes, hobi nyeletuk tak jarang kadang-kadang menyakitkan. Dan si “Adek” yang cerewet, suka ngambek, manja dan cengeng.
Awalnya aku sangat kerepotan mengatasi mereka berdua. Menjawab semua pertanyaan mereka yang berjibun misalnya: “Kenapa alqur’an itu bahasa arab mi, nggak bahasa indonesia? siapa yang kasih nama benda didunia ini? Malaikat itu klo sudah mengerjakan tugasnya, mereka ngapain mi? dan Bla..bla..bla..!”
Belum lagi harus nurutin kemauan mereka yang tak kalah banyaknya, misalnya nih:
“Cerita dulu donk mi…klo nggak cerita kami gak mau ngaji”
“Umi buatin kami komik dunk, biar kami semangat ngajinya, kalo nggak kami masuk kamar aja!”
“Umi ajarin bahasa arab juga ya mi biar kami bisa jawab pertanyaan malaikat nanti di alam kubur” dan bla..bla..bla
Yups tentu saja aku harus berpikir kreatif untuk mengajari mereka, resikonya aku harus banyak baca buku dan hunting tentang cerita-cerita rosul dan cerita hikmah di internet untuk menambah bahan mengajar.
Akhirnya berbagai cerita selalu disuguhkan sebelum kegiatan mengaji dimulai. Mulai dari cerita “Setan Kurus VS Setan Gendut” yang membuat mereka tertawa ketika mendengarnya. Maklum si kakak jadi tersinggung karena postur tubuhnya yang emang gendut hehehe, cerita tentang rosul dan sahabat, hingga cerita tentang hari kiamat yang membuat si kakak ketakutan “Nggak mau mi...kakak belum mau mati...” (sambil menutup telinga dengan bantal) hehehe aku terkekeh melihat tingkah lucunya..
Dan satu lagi pengalaman unik yang tak terlewatkan. Waktu itu aku ngajarin mereka untuk menghapal Asma’ul Husna dengan irama mereka masing-masing karena kalo pake gaya ku ada aja alasannya “Gak keren lah, ngantuk lah dll. Alhasil si kakak menyetorkan hafalan Asma’ul Husnanya dengan gaya rock and roll, “arrohmannn...arrohimmm...” (sambil mengikuti gaya penyanyi rocker yang menunjukkan kebolehannya dipanggung)
Ya Alloh pusing 7 keliling rasanya menghadapi tingkah kakak saat itu. Kalo sudah begitu, tentu saja teriakan mamanya lah yang menjadi senjata terampuh untuk menghentikannya “Kakaaaaaakkk…”:D
Hingga suatu hari, tiba-tiba kami dikejutkan dengan berita bahwa kakak di vonis sakit leukimia atau kanker darah. Begitu sedih mendengar berita ini, apalagi setelah vonis tersebut kakak nampak murung dan kurang bersemangat, meski terkadang dia masih sering bertanya tentang keadilan Alloh. “Kenapa Alloh nggak adil ya mi? apa Alloh nggak sayang sama kakak?”. Hufftt aku tertegun mendengarnya, perih!
Rasanya tak tertahan buliran hangat jatuh dari kelopak mataku, namun aku tersadar, tak boleh! Siapa yang harus menguatkkannya jika aku bersedih? Aku pun mencoba untuk memberikan motivasi:
“Kak, Allah menguji kakak saat ini karena Allah sayang, dan Allah tahu kakak bisa melewatinya. Kuncinya harus yakin, insyaAllah syurga akan menanti jika kakak sabar.” ucapku lirih tertahan.
Tak lupa aku selipkan cerita tentang “Kesabaran Kerang” kerang yang dahulunya terasa sakit, namun selalu bersabar dengan kesakitan itu dan ternyata dibalik rasa sakitnya, si kerang menghasilkan mutiara yang begitu indah. Ya, walaupun selalu saja di akhiri dengan pertanyaanya yang memilukan “Kakak kan bukan kerang yang menghasilkn mutiara mi, kakak Cuma manusia yang hanya menghasilkan penyakit” aku dan mama nya pun saling memandang mendengar pertanyaan kritis tersebut, dalam hati rasanya ingin menangis mendengar jawaban tersebut “Ya robb betapa berat ujian yang kau berikan pada anak ini...”
Masih teringat jelas saat dia akan dibawa kembali ke Jakarta untuk menjalankan kemoterapi yang aku tak tahu untuk yang ke berapa kalinya. Dengan senyum yang mengembang aku pandangi wajahnya yang Nampak pucat, alis dan rambut yang telah gundul karena sinar laser itu tertutup oleh masker hijau, “ Mi maafin kakak klo ada salah, do’ain kakak cepat sembuh ya mi...” aku pun tersenyum sambil menganggukkan kepalaku “Tentu Sayang, insyaAllah kakak sembuh, jangan lupa sholat dan do’a sama Alloh” ujarku sambil menunjukkan telunjuk keatas.
Tak terasa 3 tahun berjalan, ia tetap survive menjalani hidupnya meski ditemani oleh selang infus dan aroma obat-obatan. Aku tak tahu seberapa besar rasa sakit yang dirasakannya. Penyakit kanker ganas tersebut benar-benar telah merenggut masa bermain dan masa sekolahnya. Tak terhitung lagi jenis pengobatan, kemoterafi, sinar laser dan tindakan medis lainnya yang tentu saja sangat menyakitkan dan mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Beruntung sekali ia mempunyai ibu yang kuat, beliau selalu berusaha untuk
selalu tegar meski terkadang tak tertahan. Air mata yang mulai berggelayutpun akhirnya runtuh juga ketika beliau mencurahkan isi hatinya kepadaku. Namun beliau selalu bertekad untuk tidak menangis di hadapan buah hatinya ini. Beliau selalu menguatkan dan memberikan motivasi yang besar meski pada kenyataannya beliaupun tak sanggup menahan perih.
Ketika sang anak angkat bicara “Ma, Kakak tidak kuat lagi”, dengan usapan lembut cukup menangkis keraguan dihati buah hatinya, “Ssttt…Allah tak akan memberi cobaan diluar kemampuan hambanya, kakak pasti kuat nak. Allah sayang kakak...”
Hingga didetik-detik terakhir saat janji Alloh datang, 26 September 2011 aku hanya dapat mengantarkannya sampai ke gerbang masjid, setelah aku dan jama’ah yang lain usai menyolatkanya. Tak sadar air mataku mengalir deras tak bersuara saat keranda diangkat dan dituntun oleh jama’ah sholat jenazah, aroma daun pandan dan bunga-bungaan masih tercium hingga hilang terbawa angin seiring dibawanya jasad yang terbungkus kain kafan tersebut ke tempat peristirahatan terakhir.
Dalam hatiku berkata “Selamat jalan kak, kakak memang bukan kerang tapi umi yakin kesabaran kakak lebih dari kerang itu, terimakasih telah mengajarkan umi kesabaran, terimakasih telah mengajarkan umi keikhlasan”
“Niar,,,ini yasin kakak untuk niar” ujar wanita cantik setengah baya itu sambil membawa buku yasin bersampul biru dongker. Aku kaget saat namaku dipanggil ternyata aku keasyikan memandang album-album memori kakak.
Ada perasaan lega ketika mendengar cerita mamanya bahwa dia dapat mengucapkan kalimat Allah dengan sempurna sampai ia memejamkan mata, subhanalloh sungguh aku saja belum tentu bisa merasakan akhir seindah ini.
Perlahan aku buka halaman pertama dari buku yasin tersebut, tampak senyum sumringah di foto kakak dibawah sebuah kalimat yang bertuliskan:
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un “Sesungguhnya apa yang datang dariNya akan kembali kepadaNya”
Seketika aku tersadar bahwa apa yang kita miliki sesungguhnya tak pernah menjadi milik kita. Sebab Allah lah pemilik segalanya. Segala yang hidup akan mati dan segala yang bernyawa akan kembali menghadapNya.
Tak terasa senja telah merekah, akupun pamit dan membawa motor butut ayahku melaju diatas jalan raya, di sepanjang jalan aku berdo’a semoga kakak disana bahagia karena telah bertemu Alloh, Seperti pintanya yang terakhir kali kepada mamanya “Ma, kakak mau ketemu Alloh…”
^_^ senyummu selalu manis kak, oh ya umi tak sempat mengatakan kalo senyum ketabahan disaat ujian menerpa itu adalah senyum para penghuni syurga, aamiin semoga...^_____^
kakak dan adek..
at makam kakak,,
itu yg pake baju biru si "adek", udah gede banget..
ayuk yanti and kak yani..salute for your patience.:D Foto taken from "nyoneng di fb adek":P
Nb: dah setahun setelah kakak pergi aku nggak ketemu lagi sama keluarga ini, wuihh kangen beraaaaat..kabar terakhir adek udah kelas 1 SMA #Udahgedeeuy# :D
semoga tetap jadi keluarga yang bahagia............aamiin..
Dedicate for my lovely student" Ahmad tantowi hilman (alm)" ^_^
“niar, bisa kerumah kan hari ini?? Ditunggu!”
Sejenak aku tinggalkan aktivitasku untuk mengetik beberapa kalimat dan sms balasan terkirim.
Waktu yang di janjikan pun tiba, akhirnya aku dapat menepati janjiku untuk bersilahturahhim kerumah beliau. Alhamdulillah masih seperti dulu, senyumnya ramah dan hangat saat menyambut kedatanganku namun masih tampak kesedihan yang bergelayut di hatinya yah walaupun telah disembunyikan sedemikian rupa, Kenapa? Tentu saja, siapa yang tak sedih saat ditinggal oleh anak kesayangan? Yups hari itu adalah tepat sebulan kepergian “Kakak” anak laki-laki tertuanya keharibaan ilahi. Dengan sumringah beliau melihat kedatanganku hingga akhirnya aku terhanyut dengan ceritanya sambil membuka album-album lama yang terukir manis senyum “Kakak” disana.
Jadi teringat saat pertama kali aku menginjakkan kaki dirumah itu…
Waktu itu aku masih duduk dibangku kuliah tingkat pertama, saudara sepupuku menawarkan bahwa ada keluarga yang lagi butuh guru ngaji privat. Awalnya aku ragu karena aku masih merasa kekurangan ilmu mengenai islam walaupun aku PD dengan bacaan Alqur’an ku yang pernah sempat meraih juara walau hanya tingkat RT itu, hiks..hiks..:D
Selain itu berdasarkan informasi dari sepupuku bahwa anak yang akan aku ajar ini sungguh luar biasa. Luar biasa bawel, luar biasa cerewet dan luar biasa ulahnya bahkan sempat gonta-ganti guru karena yang ngajar pada nggak betah dengan tingkah mereka.
Akhirnya dengan penuh sukacita dan pertimbangan yang matang aku terima tawaran tersebut, karena akupun berharap selain dapat memperoleh pengalaman, dengan kerja sampingan ini aku juga dapat membantu orang tua untuk membayar uang kuliyah, lagi pula aku jadi semakin penasaran seperti apa sebenarnya anak yang super- super itu.
Itulah pertama kalinya aku dipertemukan dengan mereka berdua. Dan ternyata informasi tersebut bukan hanya rumor belaka, tapi emang kenyataannya seperti itu. Si “Kakak” (dipanggil itu Karena anak tertua) memiliki sifat yang kritis, suka protes, hobi nyeletuk tak jarang kadang-kadang menyakitkan. Dan si “Adek” yang cerewet, suka ngambek, manja dan cengeng.
Awalnya aku sangat kerepotan mengatasi mereka berdua. Menjawab semua pertanyaan mereka yang berjibun misalnya: “Kenapa alqur’an itu bahasa arab mi, nggak bahasa indonesia? siapa yang kasih nama benda didunia ini? Malaikat itu klo sudah mengerjakan tugasnya, mereka ngapain mi? dan Bla..bla..bla..!”
Belum lagi harus nurutin kemauan mereka yang tak kalah banyaknya, misalnya nih:
“Cerita dulu donk mi…klo nggak cerita kami gak mau ngaji”
“Umi buatin kami komik dunk, biar kami semangat ngajinya, kalo nggak kami masuk kamar aja!”
“Umi ajarin bahasa arab juga ya mi biar kami bisa jawab pertanyaan malaikat nanti di alam kubur” dan bla..bla..bla
Yups tentu saja aku harus berpikir kreatif untuk mengajari mereka, resikonya aku harus banyak baca buku dan hunting tentang cerita-cerita rosul dan cerita hikmah di internet untuk menambah bahan mengajar.
Akhirnya berbagai cerita selalu disuguhkan sebelum kegiatan mengaji dimulai. Mulai dari cerita “Setan Kurus VS Setan Gendut” yang membuat mereka tertawa ketika mendengarnya. Maklum si kakak jadi tersinggung karena postur tubuhnya yang emang gendut hehehe, cerita tentang rosul dan sahabat, hingga cerita tentang hari kiamat yang membuat si kakak ketakutan “Nggak mau mi...kakak belum mau mati...” (sambil menutup telinga dengan bantal) hehehe aku terkekeh melihat tingkah lucunya..
Dan satu lagi pengalaman unik yang tak terlewatkan. Waktu itu aku ngajarin mereka untuk menghapal Asma’ul Husna dengan irama mereka masing-masing karena kalo pake gaya ku ada aja alasannya “Gak keren lah, ngantuk lah dll. Alhasil si kakak menyetorkan hafalan Asma’ul Husnanya dengan gaya rock and roll, “arrohmannn...arrohimmm...” (sambil mengikuti gaya penyanyi rocker yang menunjukkan kebolehannya dipanggung)
Ya Alloh pusing 7 keliling rasanya menghadapi tingkah kakak saat itu. Kalo sudah begitu, tentu saja teriakan mamanya lah yang menjadi senjata terampuh untuk menghentikannya “Kakaaaaaakkk…”:D
Hingga suatu hari, tiba-tiba kami dikejutkan dengan berita bahwa kakak di vonis sakit leukimia atau kanker darah. Begitu sedih mendengar berita ini, apalagi setelah vonis tersebut kakak nampak murung dan kurang bersemangat, meski terkadang dia masih sering bertanya tentang keadilan Alloh. “Kenapa Alloh nggak adil ya mi? apa Alloh nggak sayang sama kakak?”. Hufftt aku tertegun mendengarnya, perih!
Rasanya tak tertahan buliran hangat jatuh dari kelopak mataku, namun aku tersadar, tak boleh! Siapa yang harus menguatkkannya jika aku bersedih? Aku pun mencoba untuk memberikan motivasi:
“Kak, Allah menguji kakak saat ini karena Allah sayang, dan Allah tahu kakak bisa melewatinya. Kuncinya harus yakin, insyaAllah syurga akan menanti jika kakak sabar.” ucapku lirih tertahan.
Tak lupa aku selipkan cerita tentang “Kesabaran Kerang” kerang yang dahulunya terasa sakit, namun selalu bersabar dengan kesakitan itu dan ternyata dibalik rasa sakitnya, si kerang menghasilkan mutiara yang begitu indah. Ya, walaupun selalu saja di akhiri dengan pertanyaanya yang memilukan “Kakak kan bukan kerang yang menghasilkn mutiara mi, kakak Cuma manusia yang hanya menghasilkan penyakit” aku dan mama nya pun saling memandang mendengar pertanyaan kritis tersebut, dalam hati rasanya ingin menangis mendengar jawaban tersebut “Ya robb betapa berat ujian yang kau berikan pada anak ini...”
Masih teringat jelas saat dia akan dibawa kembali ke Jakarta untuk menjalankan kemoterapi yang aku tak tahu untuk yang ke berapa kalinya. Dengan senyum yang mengembang aku pandangi wajahnya yang Nampak pucat, alis dan rambut yang telah gundul karena sinar laser itu tertutup oleh masker hijau, “ Mi maafin kakak klo ada salah, do’ain kakak cepat sembuh ya mi...” aku pun tersenyum sambil menganggukkan kepalaku “Tentu Sayang, insyaAllah kakak sembuh, jangan lupa sholat dan do’a sama Alloh” ujarku sambil menunjukkan telunjuk keatas.
Tak terasa 3 tahun berjalan, ia tetap survive menjalani hidupnya meski ditemani oleh selang infus dan aroma obat-obatan. Aku tak tahu seberapa besar rasa sakit yang dirasakannya. Penyakit kanker ganas tersebut benar-benar telah merenggut masa bermain dan masa sekolahnya. Tak terhitung lagi jenis pengobatan, kemoterafi, sinar laser dan tindakan medis lainnya yang tentu saja sangat menyakitkan dan mengeluarkan biaya yang tak sedikit.
Beruntung sekali ia mempunyai ibu yang kuat, beliau selalu berusaha untuk
selalu tegar meski terkadang tak tertahan. Air mata yang mulai berggelayutpun akhirnya runtuh juga ketika beliau mencurahkan isi hatinya kepadaku. Namun beliau selalu bertekad untuk tidak menangis di hadapan buah hatinya ini. Beliau selalu menguatkan dan memberikan motivasi yang besar meski pada kenyataannya beliaupun tak sanggup menahan perih.
Ketika sang anak angkat bicara “Ma, Kakak tidak kuat lagi”, dengan usapan lembut cukup menangkis keraguan dihati buah hatinya, “Ssttt…Allah tak akan memberi cobaan diluar kemampuan hambanya, kakak pasti kuat nak. Allah sayang kakak...”
Hingga didetik-detik terakhir saat janji Alloh datang, 26 September 2011 aku hanya dapat mengantarkannya sampai ke gerbang masjid, setelah aku dan jama’ah yang lain usai menyolatkanya. Tak sadar air mataku mengalir deras tak bersuara saat keranda diangkat dan dituntun oleh jama’ah sholat jenazah, aroma daun pandan dan bunga-bungaan masih tercium hingga hilang terbawa angin seiring dibawanya jasad yang terbungkus kain kafan tersebut ke tempat peristirahatan terakhir.
Dalam hatiku berkata “Selamat jalan kak, kakak memang bukan kerang tapi umi yakin kesabaran kakak lebih dari kerang itu, terimakasih telah mengajarkan umi kesabaran, terimakasih telah mengajarkan umi keikhlasan”
“Niar,,,ini yasin kakak untuk niar” ujar wanita cantik setengah baya itu sambil membawa buku yasin bersampul biru dongker. Aku kaget saat namaku dipanggil ternyata aku keasyikan memandang album-album memori kakak.
Ada perasaan lega ketika mendengar cerita mamanya bahwa dia dapat mengucapkan kalimat Allah dengan sempurna sampai ia memejamkan mata, subhanalloh sungguh aku saja belum tentu bisa merasakan akhir seindah ini.
Perlahan aku buka halaman pertama dari buku yasin tersebut, tampak senyum sumringah di foto kakak dibawah sebuah kalimat yang bertuliskan:
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un “Sesungguhnya apa yang datang dariNya akan kembali kepadaNya”
Seketika aku tersadar bahwa apa yang kita miliki sesungguhnya tak pernah menjadi milik kita. Sebab Allah lah pemilik segalanya. Segala yang hidup akan mati dan segala yang bernyawa akan kembali menghadapNya.
Tak terasa senja telah merekah, akupun pamit dan membawa motor butut ayahku melaju diatas jalan raya, di sepanjang jalan aku berdo’a semoga kakak disana bahagia karena telah bertemu Alloh, Seperti pintanya yang terakhir kali kepada mamanya “Ma, kakak mau ketemu Alloh…”
^_^ senyummu selalu manis kak, oh ya umi tak sempat mengatakan kalo senyum ketabahan disaat ujian menerpa itu adalah senyum para penghuni syurga, aamiin semoga...^_____^
kakak dan adek..
at makam kakak,,
itu yg pake baju biru si "adek", udah gede banget..
ayuk yanti and kak yani..salute for your patience.:D Foto taken from "nyoneng di fb adek":P
Nb: dah setahun setelah kakak pergi aku nggak ketemu lagi sama keluarga ini, wuihh kangen beraaaaat..kabar terakhir adek udah kelas 1 SMA #Udahgedeeuy# :D
semoga tetap jadi keluarga yang bahagia............aamiin..
Dedicate for my lovely student" Ahmad tantowi hilman (alm)" ^_^
Rindu sekali dengan keluarga ini, alhamdulillah ayuk yanti kabarnya udah ngelahirin seorang bayi mungil..hmm akhirnya adek punya temen lagi ya, :D Semoga jadi anak yang sholehah sayaaa...ng
ReplyDelete