Aku duduk dikursi santai depan kontrakan sederhana kami sambil tertegun begitu lama, senyum merias di rona wajahku, desiran angin sore melayangkan ujung jilbab hijauku hm… aku suka memakai kerudung ini selain warnanya adalah warna kesukaanku tapi ada yang lebih spesial lagi, yaitu aku suka orangnya, orang yang memberikannya hiks.... Aku sepertinya harus mencubit berkali-kali akan kenyataan ini. Tak kusadari tangannya melambai ke arahku “dik, ayo siap2 kemasjid, nanti kita ketinggalan” aku pun terkaget dari lamunanku dan segera mengambil mukena diatas dipan sederhana. Aku pun berkata “bang jangan lupa jemput raihan dan ifah dulu ya” 2 bocah gembul keponakanku . Dengan tersenyum dia menunjukkan jempolnya “siiipp”, aku pun tertwa kecil, dan dia pun juga tertawa kecil…
Robb penantianku berakhir dengan rencanaMu yang begitu indah. laki-laki itu,memang bukan seorang laki-laki yang luar biasa sempurna. Namun bukankah pernikahan bukan mencari sosok yang sempurna? Seperti hari ini aku menyadari bahwa dialah sosok yang aku butuhkan untuk membangun Baiti Jannati kami. Sepertinya syurga mitsaqan gholizo tlah mengalir di antara hati-hati kami. Kami memang baru berapa minggu kenal melalui mr masing-masing. Sungguh sosok yang tak pernah terlintas meski dalam bayanganku pun, bukan orang yang aku selalu impikan, toh ketemu saja baru kali itu yaitu saat ta’aruf berlangsung. Kami lebih memilih menggunakan proses syar’I karena aku tak bisa menjamin perkenalan kami yang baru itu tidak menyebabkan hati kami terkotori. Hingga keputusan itu berakhir di ijab, ketika tangannya dan tangan ayahku bergenggam erat dengan tegas kau ucapkan janji suci dihadapanNYA, para sanak karib kerabat dan undangan kala itu.
Kesederhanaannya membuat rasaku begitu cepat mengalir, sedahsyat terjangan badai Katrina yang menerjang daratan, secepat kereta express bahkan lebih cepat lagi… Betapa tidak, dia bukan seperti ikhwan lain yang suka tebar pesona dengan kelebihannya bukan pula suka lebay Karena ketampanannya. Hanya pria sederhana dengan sejumput jenggot yang katanya banyak bidadari itu, uuhh aku begitu cemburu saat ia katakan itu… celana yang dilinting serta kemeja kokoh putih yang mulai pudar warnanya, meski aku pernah berkata “Boleh adik belikan baju buat abang?” kau tak menjawab sedikitpun, hanya senyum yang kau lemparkan padaku aku tak mengerti dan mengernyitkan dahi dan kau yang seolah tahu rasa penasaranku dengan lembut menarik tanganku dan membuka laptopmu tak kukira kau memperlihatkan padaku fhoto-foto mereka, anak-anak Somalia dan anak-anak kolong jembatan itu. Mataku yang membulat sempurna tiba-tiba menciptakan gelayut embun “Dik, mereka lebih membutuhkan dari abang”
Kau mengambil sebuah Map plastik yang sudah hampir bolong dipinggirnya, selembar kertas yang mencoklat itu laksana surat wasiat zaman dahulu kala. Dan kau tunjukkan satu persatu impianmu, meski hampir seluruh impianmu tercapai atas idzinNYA. Ada satu kalimat yang belum terlingkar pena merah bertuliskan “ membuat rumah singgah dan Rumah belajar untuk orang-orang tidak mampu”… aku terdiam, kagum! Namun baru saja kau angkat bicara, “adik bisa ban…” secepat kilat aku menempelkan telunjukku “syyuut,,, insyaAllah selagi nyawa adik masih berada dijasad, adik akan bantu abang. Kita akan mewujudkan impian-impian kita bersama…”
Aah Faqih, bagaimana tidak aku mencintaimu…mencintai kesederhanaanmu saat aku tahu kau lebih suka jalan kaki dan meninggalkan motor bututmu untuk mengajar di TPQ binaanmu yang jaraknya lumayan jauh dari kontrakan kami, dengan senyum mengembang dan tanpa beban “Itung2 olahraga dik, and tentunya abang nggak akan jadi abi2 yang buncit” celotehmu…
Mencintaimu kesholehanmu, mencintai azzam dan tekadmu, seperti kau mencintai mereka anak-anak somalia dan anak-anak jalanan yang membutuhkan bantuanmu.
_Bersambung_
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan koment :D