Diceritakan riwayat Anas bin Malik ra, Kisah yang terjadi di Madinah
di zaman Rasulullah SAW, dimana pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri,
Rasulullah SAW bersama keluarganya dan beberapa sahabatnya seperti
biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendo’akan para muslimin dan
muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu.
Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia di Hari Raya
Ied tersebut, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari
kesana kemari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun tiba-tiba
Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang
duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah
usang.
Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu
menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis
tersedu-sedu.
Rasulullah saw kemudian meletakkan tangannya yang putih sewangi bunga
mawar itu dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil
tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut : “Anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini adalah hari raya?”
Gadis kecil itu terkejut bukan kepalang. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Semua anak-anak bermain dengan riang gembiranya. Aku lalu teringat pada Ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikan aku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw membela Islam dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku sudah tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi?”
Gadis kecil itu terkejut bukan kepalang. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita : “Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Semua anak-anak bermain dengan riang gembiranya. Aku lalu teringat pada Ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikan aku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw membela Islam dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku sudah tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi?”
Setelah Rasulullah saw mendengar cerita itu, seketika hatinya
diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang beliau
membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata: “Anakku,
hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan aku
katakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku Rasulullah menjadi ayahmu?
… Dan apakah kamu juga ingin Ali menjadi pamanmu?. Dan apakah kamu
juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu?…. dan Hasan dan
Husein menjadi adik-adikmu? dan Aisyah menjadi ibumu ?. Bagaimana
pendapatmu tentang usul dariku ini?”
Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya.
Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya.
Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah saw, orang tempat ia baru
saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya.
Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah saw, namun
entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah katapun. Ia hanya dapat
menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis
yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah saw menuju ke
rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan,
karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah saw yang lembut
seperti sutra itu.
Sesampainya di rumah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu
dibersihkan dan rambutnya disisir. Semua memperlakukannya dengan penuh
kasih sayang. Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan
diberikan makanan, juga sejumlah uang untuk hari raya. Lalu ia
diantarnya gadis itu keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak
lainnya. Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang
indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu
bertanya :
“Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab :
“Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang
bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah
seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang paman, namanya Ali
yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatima
Az`Zahra, . Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini.
Aku merasa sangat bahagia dan bangga memiliki adik adikku yang
menyenangkan bernama Hasan dan Husein. Aku juga kini memiliki seorang
ibu, namanya Aisyah, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta
isinya.”
Maka anak-anak yang sedang bermain dengannya sampai berkata: “Ah, seandainya ayah-ayah kita mati terbunuh pada jalan Allah ketika perang itu, tentu kita akan begitu.”
Syahdan tatkala Nabi saw meninggal dunia, anak kecil itu keluar
seraya menaburkan debu ke atas kepalanya, meminta tolong sambil memekik:
“Aku sekarang menjadi anak asing dan yatim lagi.” Maka oleh Ali Bin Abi
Thalib kw (dalam riwayat lain ABu Bakar Ash Shiddiq ra) anak itu
dipungutnya.
Sahabatku,
Apabila kita amati sejarah, memang misi terpenting dari Islam adalah
membela, menyelamatkan, membebaskan, melindungi dan memuliakan kelompok
dhuafa atau mustadh’afin (kaum lemah dan dilemahkan), dimana salah satu
dari kelompok ini adalah anak yatim. Bila Al Qur’an menyebutkan daftar
kaum dhuafa, sering anak yatim menduduki urutan pertama.
Ya Rasullullah, sungguh mulia ahlakmu, sungguh banyak anak2 yatim-mu,
pantaslah engkau bergelar indah “Abul Yatama” (Bapaknya anak-anak
Yatim) di seluruh dunia dari dulu hingga akhir zaman.
Wahai para anak Yatim, sama halnya dengan gadis kecil dalam cerita di
atas, Laa Tahzan, Janganlah kalian bersedih, justru berbanggalah
kalian, karena Bapak kalian adalah Rasulullah saw, sang manusia suci,
Kekasih Allah swt.
Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idi dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda :
أَنَا وَكَافِلُ الْيَتِيمِ فِي الْجَنَّةِ هَكَذَا وَقَالَ بِإِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Aku dan orang yang mengurus anak yatim
berada di surga seperti ini.” Beliau mengisyaratkan dengan kedua jarinya
yaitu telunjuk dan jari tengah.” (HR. Al-Bukhari no. 6005)
Dari Abu Hurariah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِي الْجَنَّةِ وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
“Orang yang menanggung anak yatim
miliknya atau milik orang lain, aku dan dia seperti dua jari ini di
surga.” Malik mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah.” (HR. Muslim
no. 2983)
MAKA maukah kau bersanding dengan rosulullah di syurga?
(sumber: http://daulahislam.com/posters/bersanding-dengan-rasulullah-di-syurga.html, http://dimazpancairawan.wordpress.com/2010/12/20/kisah-penuh-hikmah-rasulullah-saw-dan-anak-yatim/)Allahumma shali ala Sayyidina Muhammad wa ali Sayyidina Muhammad…
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan koment :D