Dalam beberapa hari ke depan,
tahun 2014 akan segera berganti, dan tahun 2015 akan menjelang. Ini tahun baru
Masehi, tentu saja, karena tahun baru Hijriyah telah terjadi beberapa bulan
yang lalu. Bagi kita orang Islam, ada apa dengan tahun baru Masehi?
Sejarah
Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama
kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar
dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan
tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain
kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi
dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan
mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.
Satu tahun dalam
penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar
menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1
Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari
ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari
penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di
tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius
atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius
Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.
Perayaan Tahun Baru
Saat ini, tahun
baru 1 Januari telah dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen. Namun
kenyataannya, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya
sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga Dunia.
Pada mulanya
perayaan ini dirayakan baik oleh orang Yahudi yang dihitung sejak bulan baru
pada akhir September. Selanjutnya menurut kalender Julianus, tahun Romawi
dimulai pada tanggal 1 Januari. Paus Gregorius XIII mengubahnya menjadi 1
Januari pada tahun 1582 dan hingga kini seluruh dunia merayakannya pada tanggal
tersebut.
Perayaan
Tahun Baru Zaman Dulu
Seperti
kita ketahui, tradisi perayaan tahun baru di beberapa negara terkait dengan
ritual keagamaan atau kepercayaan mereka—yang tentu saja sangat bertentangan
dengan Islam . Contohnya di
Brazil. Pada tengah malam setiap tanggal 1 Januari, orang-orang Brazil
berbondong-bondong menuju pantai dengan pakaian putih bersih. Mereka menaburkan
bunga di laut, mengubur mangga, pepaya dan semangka di pasir pantai sebagai
tanda penghormatan terhadap sang dewa Lemanja—Dewa laut yang terkenal dalam
legenda negara Brazil.
Seperti halnya di
Brazil, orang Romawi kuno pun saling memberikan hadiah potongan dahan pohon
suci untuk merayakan pergantian tahun. Belakangan, mereka saling memberikan
kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua
permulaan. Menurut sejarah, bulan Januari diambil dari nama dewa bermuka dua
ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang).
Sedangkan
menurut kepercayaan orang Jerman, jika mereka makan sisa hidangan pesta
perayaan New Year’s Eve di tanggal 1 Januari, mereka percaya tidak akan
kekurangan pangan selama setahun penuh. Bagi orang kristen yang mayoritas
menghuni belahan benua Eropa, tahun baru masehi dikaitkan dengan kelahiran
Yesus Kristus atau Isa al-Masih, sehingga agama Kristen sering disebut agama
Masehi. Masa sebelum Yesus lahir pun disebut tahun Sebelum Masehi (SM) dan
sesudah Yesus lahir disebut tahun Masehi.
Pada tanggal 1
Januari orang-orang Amerika mengunjungi sanak-saudara dan teman-teman atau
nonton televisi: Parade Bunga Tournament of Roses sebelum lomba futbol Amerika
Rose Bowl dilangsungkan di Kalifornia; atau Orange Bowl di Florida; Cotton Bowl
di Texas; atau Sugar Bowl di Lousiana. Di Amerika Serikat, kebanyakan perayaan
dilakukan malam sebelum tahun baru, pada tanggal 31 Desember, di mana
orang-orang pergi ke pesta atau menonton program televisi dari Times Square di
jantung kota New York, di mana banyak orang berkumpul. Pada saat lonceng tengah
malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang
menerikkan “Selamat Tahun Baru” dan menyanyikan Auld Lang Syne.Di negara-negara
lain, termasuk Indonesia? ????
Nasehat bagi Muslim: 10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru
Kerusakan Pertama:
Merayakan Tahun Baru Berarti Merayakan 'Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa
perayaan ('ied) kaum muslimin hanya ada dua yaitu 'Idul Fithri dan 'Idul Adha.
Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang
Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun
yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
tiba di Madinah, beliau mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk
senang-senang di dalamnya. Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua
hari yang lebih baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha”
Kerusakan Kedua:
Merayakan Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru
termasuk meniru-niru orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kitashallallahu 'alaihi wa sallam sudah mewanti-wanti bahwa umat ini
memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum
muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu Sa'id Al Khudri,
ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallambersabda,
“Sungguh kalian akan
mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta
demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob
(yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.”
Kami (para sahabat) berkata, “Wahai
Rasulullah, Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?”
Beliau menjawab, “Lantas
siapa lagi?”[4]
Haramnya
Bertasyabuh Kepada Orang Kafir
Secara
ringkas, bertasyabbuh di sini maknanya adalah usaha seseorang untuk menyerupai orang lain
yang ingin dia sama dengannya, baik dalam penampilan, karakteristik dan
atribut.
Di antara
perkara fundamental dari agama kita adalah memberikan kecintaan kepada Islam
dan pemeluknya, berbara’ (membenci dan berlepas diri) dari kekufuran dan para
ahlinya
Walaupun kondisi orang muslim lemah,
terbelakang, dan terpecah-pecah, sedangkan kekuatan kafir sangat hebat,
tetap kaum muslimin tidak boleh menjadikannya sebagai dalih untuk membebek
kepada kaum kuffar dan justifikasi untuk menyerupai mereka sebagaimana yang
diserukan kaum munafikin dan para penjajah. Dan juga karena seorang muslim
-dengan segenap kemampuannya- harus merasa mulia dengan agamanya dan terhormat
dengan ke-Islamnya, sehingga pun saat mereka lemah dan terbelakang.
Allah Subhanahu wa Ta'ala menyeru
agar seorang muslim bangga dan terhormat dengan agamanya. Dia menggolongkannya
sebagai perkataan terbaik dan kehormatan yang termulia dalam firmannya,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلاً
مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحاً وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ
الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shaleh dan
berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?".”
(QS. Fushilat: 33)
Karena sangat PENTINGnya masalah ini, yaitu agar
seorang muslim berbeda dengan orang kafir, Allah memerintahkan kaum muslimin
agar berdoa kepada-Nya minimal 17 kali dalam sehari semalam agar menjauhkan
dari jalan hidup orang kafir dan menunjukinya kepada jalan lurus.
اِهْدِنَا الصِّرَاطَ
الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ
عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu)
jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(QS. Al-Fatihah: 6-7)
Banyak sekali nash Al-Qur’an dan Sunnah yang
melarang bertasyabbuh dengan mereka dan menjelaskan bahwa mereka dalam
kesesatan, maka siapa yang mengikuti mereka berarti mengikuti mereka dalam
kesesatan.
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى
شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di
atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat
itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”
(QS. Al-Jatsiyah: 18)
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءهُم
بَعْدَ مَا جَاءكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللّهِ مِن وَلِيٍّ وَلاَ وَاقٍ
“Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu
mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada
pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” (QS. Al-Ra’du: 37)
وَلاَ تَكُونُواْ
كَالَّذِينَ تَفَرَّقُواْ وَاخْتَلَفُواْ مِن بَعْدِ مَا جَاءهُمُ الْبَيِّنَاتُ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang
yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka.” (QS. Ali Imran: 105)
Allah Ta’ala menyeru kaum mukminin agar khusyu’
ketika berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan membaca
ayat-ayat-Nya, lalu Dia berfirman,
وَلَا يَكُونُوا
كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ
قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Dan janganlah mereka seperti orang-orang
yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa
yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di
antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. al-Hadid: 16)
Tidak diragukan lagi, menyerupai mereka termasuk
tanda paling jelas adanya kecintaan dan kasih sayang terhadap mereka. Ini
bertentangan dengan sikap bara’ah (membenci dan berlepas diri) dari kekafiran
dan pelakunya. Padahal Allah telah melarang kaum mukminin mencintai, loyal dan
mendukung mereka. Sedangkan loyal dan mendukung mereka adalah sebab menjadi
bagian dari golongan mereka, -semoga Allah menyelamatkan kita darinya-.
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَتَّخِذُواْ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاء بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاء بَعْضٍ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di
antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka."
(QS. Al-Baqarah: 51)
Menyerupai orang kafir termasuk tanda paling jelas adanya kecintaan
dan kasih sayang terhadap mereka. Ini bertentangan dengan sikap bara’ah
(membenci dan berlepas diri) dari kekafiran dan pelakunya.
“Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka."
(QS. Al-Mujadilah: 22)
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan
dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya
Al-Iqtidha’ dan Fatawanya.
Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang Tanpa Tuntunan di Malam
Tahun Baru
“Daripada waktu kaum muslimin sia-sia, mending
malam tahun baru kita isi dengan dzikir berjama'ah di masjid. Itu tentu lebih
manfaat daripada menunggu pergantian tahun tanpa ada manfaatnya”, demikian
ungkapan sebagian orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan semacam ini berarti
melakukan suatu amalan yang tanpa tuntunan. Orang yang melakukan dzikir yang tidak ada tuntunannya ini
mengatakan pada Ibnu Mas’ud, ”Demi
Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain
kebaikan.” Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Betapa banyak orang yang
menginginkan kebaikan, namun mereka tidak mendapatkannya.”[7]
Jadi dalam melakukan suatu
amalan, niat baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga mengikuti contoh dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, baru amalan
tersebut bisa diterima di sisi Allah.
Kerusakan Keempat:
Mengucapkan Selamat Tahun Baru yang Jelas Bukan Ajaran Islam
Komisi Fatwa Saudi Arabia,
Al Lajnah Ad Daimah ditanya, “Apakah boleh mengucapkan selamat tahun baru
Masehi pada non muslim, atau selamat tahun baru Hijriyah atau selamat Maulid
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? ” Al
Lajnah Ad Daimah menjawab, “Tidak boleh mengucapkan selamat pada perayaan
semacam itu karena perayaan tersebut adalah perayaan yang tidak masyru’ (tidak
disyari’atkan dalam Islam)
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk
untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini
diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari,
kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita
sudah sepakat tentang wajibnya.
Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja
meninggalkan shalat lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata,
”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya
maka dia telah kafir.”[10]Oleh karenanya, seorang
muslim tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya
terjerumus dalam dosa besar.
Kerusakan Keenam:
Begadang Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada
kepentingan yang syar'i dibenci
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak ada
manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam membenci tidur sebelum shalat 'Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”
Kerusakan Ketujuh:
Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada
tingkah laku muda-mudi saat ini, perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas
dari ikhtilath (campur baur antara pria dan
wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah dari itu yaitu
sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum Muslimin
Merayakan tahun baru banyak
diramaikan dengan suara mercon, petasan, terompet atau suara bising lainnya.
Ketahuilah ini semua adalah suatu kemungkaran karena mengganggu muslim lainnya,
bahkan sangat mengganggu orang-orang yang butuh istirahat seperti orang yang
lagi sakit. Padahal mengganggu muslim lainnya adalah terlarang sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Seorang muslim adalah
seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain
Kerusakan Kesembilan:
Melakukan Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru
adalah pemborosan besar-besaran hanya dalam waktu satu malam. Jika kita
perkirakan setiap orang menghabiskan uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000
untuk membeli mercon dan segala hal yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu
yang merayakan tahun baru sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka hitunglah
berapa jumlah uang yang dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru
perkiraan setiap orang menghabiskan Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?!
Padahal Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),
“Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Kerusakan Kesepuluh:
Menyia-nyiakan Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru
termasuk membuang-buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal
yang manfaat dan bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah
memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam
seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat baginya.”[15]
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa)
menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-nyiakan waktu akan
memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri akhirat. Sedangkan
kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”
(sumber: Voice of Islam)
Comments
Post a Comment
Terima kasih atas kunjungannya, silahkan koment :D